Selasa, 19 April 2011

MANAGEMAN TENAGA PENDIDIK

Peranan Guru 2


7. Guru dapat Mengembangkan Potensi Anak
Dalam melakukan kegiatan jenis ini guru harus mengetahui betul potensi anak didik. Karena berangkat dari potensi itulah guru menyiapkan strategi PBM yang sinerjik dengan potensi anak didik. Faktor „the how memegang peranan penting dalam upaya mengembangkan potensi anak didik, hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan diri menjadi manusia seutuhnya yang akan mampu membangun dirinya dan masyarakat lingkungannya.
Berkenaan dengan ungkapan di atas, berikut ini adalah peranan yang paling dianggap dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Guru sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi belajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri adalah pelajar. Hal ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Melalui cara demikian ia dapat memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugas sebagai pengajar dan demonstrator, sehingga ia mampu memerankan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik. Seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus atau indikator, memahami kurikulum, dan ia sendiri sebagai sumber belajar yang terampil dalam memberikan informasi
kepada kelas. Sebagai pengajar ia harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagi kesempatan. Pengajar yang baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan-keterampilan mengajar.

b. Guru sebagai Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning managers). Guru hendaknya mampu mengelola kelas, karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi.
Lingkungan harus diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan
dalam mencapai tujuan.
Kualitas dan kuanitas belajar siswa dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antar siswa dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana dalam kelas. Tujuan umum mengelola kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang
diharapkan. Sebagai manajer, guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisiknya, agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan sosial dalam kelasnya. Dengan demikian guru tidak hanya mementingkan siswa belajar,tetapi juga mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di kalangan
siswa. Tanggung jawab sebagai manager yang penting bagi guru adalah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kearah self direct behavior.
Salah satu manajemen kelas yang baik ialah menyediakan kesempatan bagi siswa sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan kepada guru, sehingga mereka mampu membimbing kegiatan sendiri.siswa harus belajar melakukan self control dan self activity melalui proses bertahap.
Sebagai manajer lingkungan belajar, guru harus mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar mengajar dan teori perkembangan sehingga memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang menimbulkan kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan yang diharapkan.

c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan alat yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan,
serta mengusahakan media itu dengan baik. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metoda, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan
kemampuan siswa. Sebagai mediator guru juga menjadi perantara dalam hubungan antar
manusia. Untuk itu, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya adalah agar guru dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan
guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menambah hubungan positif dengan siswa. Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang percapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.

d. Guru sebagai Evaluator
Dalam dunia pendidikan, kita ketahui bahwa setiap jenis dan jenjang pendidikan pada waktu-waktu tertentu/periode pendidikan selalu mengadakan evaluasi, artinya penilaian yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun pendidik. Demikian pula setiap kali proses belajar mengajar, guru hendaknya menjadi evaluator yang baik. Penilaian dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau tidak, apakah materi yang diajarkan
sudah dikuasai atau belum oleh siswa, dan apakah metode yang digunakan sudah cukup tepat.
            Penilaian perlu dilakukan, karena melalui penilaian guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan metode mengajar. Tujuan lain penilaian ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dalam penilaian, guru dapat menetapkan apakah seorang siswa termasuk dalam kelompok siswa pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya, jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif, cukup memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Kiranya jelasl bahwa guru harus mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dalam penilaian, guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia mengikuti proses belajar mengajar.Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, guru hendaknya secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan
umpan balik terhadap proses belajar mengajar, di mana umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru mempunyai peranan utama dan sangat menentukan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, karena kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan.

e. Guru sebagai Pengembang Kurikulum di Sekolah
Untuk memudahkan pembahasan peran guru dalam mengembangkankurikulum di sekolah. Terlebih dahulu harus dipahami pengertian kurikulum.Dalam pandangan klaksik kurikulum diartikan sebagai sekumpulan mata pelajaran yang diberikan anak didik di sekolah (Penix dan Bestor, dalam Ragan dan Shepherd, 1982: 2). Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman belajar yang harus dikuasai anak didik di
bawah bimbingan atau tanggungjawab sekolah (Doll, 1974; Tannr & Tanner, 1980; Miller & Saller, 1985). Berangkat dari pengertian di atas, maka pengertian modern lebih tepat
digunakan karena dipandang lebih fleksibel. Kecuali itu proses belajar mengajar tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran yang diberikan akan tetapi juga menyangkut pengalaman belajar, seperti kebiasaan, moral, sikap, dan lain sebagainya.
Implementasi kurikulum sesungguhnya tejadi pada saat proses belajar mengajar, hal ini bisa kita lihat dalam Miller dan Saller (1985: 13) yang mengatakan: “in some, cases, implementation of the curriculumplan, ussualy, but not necessarily, involving, teachingin the sense of student teacher interaction in an educational setting”. Pengetian tersebut memberikan pemahaman bahwa kurikulum dalam dimensi kegiatan adalah sebagai manifestasi dari upaya
untuk mewujudkan kurikulum yang masih dokumen tertulis menjadi actual dalam serangkaian aktivitas belajar mengajar. Berangkat dari beberapa pemikiran tersebut, ada beberapa kegiatan guru dalam upaya mengembangkan kurikulum yang berlaku di sekolah, yang meliputi merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum.

1) Aktivitas Guru dalam Merencanakan Kurikulum
Pada dasarnya kegiatan merencanakan meliputi: penentuan tujuan pengajaran, menentukan bahan pelajaran, menentukan alat dan metode dan alat pengajaran dan merencanakan penilaian pengajaran (Sudjana, 1989: 31). Dengan demikian kegiatan merencanakan merupakan upaya yang sistematis dalam upaya mencapai tujuan, melalui perencanaan yang diharapkan akan mempermudah proses belajar mengajar yang kondusif.
Dalam kegiatan perencanaan langkah pertama yang harus ditempuh
oleh guru adalah menentukan tujuan yang hendak dicapai. Berangkat dari tujuan yang kongkrit akan dapat dijadikan patokan dalam melakukan langkah dan kegiatan yang harus ditempuh termasuk cara bagaimana melaksanakanya. Dalam pandangan Zais (1976: 297) ada beberapa istilah yang berkenaan dengan tujuan, antara lain: aim goals dan objective. Pada materi
ini yang dimaksud tujuan adalah objective, yaitu tujuan pokok bahasan yang lebih spesifik, merupakan hasil proses belajar mengajar. Bloom (1954: 18) mengklasifikasikan tujuan tersebut menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan menurut Ansary (1988: 95) ada beberapa sumber tujuan pengajar yaitu: kebutuhan anak, kebutuhan
masyarakat, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Taba (1962: 200-105) memberi beberapa pentujuk tentang cara merumuskan tujuan pengajaran yaitu:

(1) Tujan hendaknya mengandung unsure proses dan produk.
(2) Tujuan harus bersifat spesifik dan dinyatakan dalam bentuk prilaku nyata.
(3) Mengandung pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan.
(4) Pencapaian tujuan kadang kala membutuhkan waktu ralatif lama (tak dapat dicapai dengan
      segera).
(5) Harus realistis dan dapat dimaknai sebagai kegiatan belajar atau pengalaman belajar tertentu.
(6) Harus komprehensif, artinya mencakup semua aspek dan tujuan yang ingin dicapai sekolah.

Dalam merencanakan proses pembelajaran maka langkah kedua adalah menetapkan bahan pelajaran. Dalam pandangan Ansary (1988: 120) bahan pelajaran mencangkup tiga komponen, yaitu ilmu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Dalam hal ini tiga kompunen tersebut dapat dirinci sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sekolah.Dalam menentukan bahan pelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah akan tetapi pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi yang serius, karena bahan pelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan sosial di sampingperkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dalam menentukan bahan pelajaran perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: signifikansi, kegunaan, minat, dan perkembangan manusiawi (Zais, 1976: 343). Yang harus diperhatikan adalah bagaimana bahan pelajaran yang akan disajikan kepada anak didik dirancang dan diogarnisir dengan baik. Nasution (1988: 142) mengartikan organisasi kurikulum sebagai pola atau bentuk bahan
pelajaran yang disusun dan disampaikan pada murid. Sedangkan menurut Ansyar (1988: 122) bahwa “organisasi kurikulum mencangkup urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa guna mencapai tujuan-tujuan.
Sukmadinata (1988: 123) menjelaskan beberapa jenis organisasi kurikulum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pengajaran yaitu sebagai berikut:
(a) organisasi kurikulum berdasarkan atas pelajaran,
(b) organisasi kurikulum berdasarkan kebutuhan anak,
(c) organisasi kurikulum berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

Karena itu guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah sudah seharusnya data memilih jenis organisasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan. Penentuan metode mengajar adalah merupakan langkah ketiga dari tugas guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah. Menentukan metode
mengajar ini erat dengan hubungannya pemilihan strategi belajar mengaja  yang paling efektif dan efensien dalam melakukan proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pengajaran. Waridjan dkk. (1984: 32) mengartikan strategi pengajaran sebagai kegiatan yang dipilih guru dalam proses belajar mengajar, yang dapat diberikan kemudahan atau fasilitas kepada anak didik menuju tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Sudjana (1989: 57) ada beberapa hal yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan metode mengajar yang akan digunakan,
yaitu:
(a) tujuan pengajaran yang ingin dicapai,
(b) bahan pelajaran yang akan diajarkan,
(c) jenis kegiatan belajar anak didik yang diinginkan. Ada beberapa metode mengajar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu ceramah, Tanya jawab, diskusi, resitasi, belajar kelompok, dan sebagainya.
Sedangkan langkah ke empat dalam merencanakan pembelajaran adalah merencanakan penilaian pelajaran. Penilaian pada dasarnya adalah suatu proses menentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam konteks situasi tertentu (Sudjana dan Ibrahim, 1989: 119). Di sisi lain Hasan (1988: 11) mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan tes dan pengukuran. Tes merupakan bagian integral dari pengukuran, sedangkan pengukuran hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin digunakan dalam kegiatan penilaian.

2) Aktivitas Guru dalam Melaksanakan Kurikulum.
Melaksanakan kurikulum adalah merupakan kegiatan inti dari proses perencanaan, karena tidak akan mempunyai makna apa-apa jika rencana tersebut tidak dapat direncanakan. Melaksanakan kurikulum yang dimaksudkan dalam studi ini guru mampu mengimpletasikannya dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar pada dasarnya dapat berlangsung di dalam dan di luar sekolah dan di dalam jam pelajaran atau di luar jam pelajaran yang telah dijadwalkan (Depdikbud, 1991: 15). Dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar, seyogyanya seorang guru memahami langkah-langkah yang harus ditempuh. Apapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam proses belajar mengajar meliputi: tahap permulaan, tahap pengajaran dan tahap penilaian serta tindak lanjut (Sudjana, 1989: 68). Tahap permulaan adalah tahap untuk mengkondisikan siswa agar dapat mengikuti pelajaran secara kondusif, sedangkan tahap pengajaran adalah tahap inti, saat guru berupaya menyampaikan materi pelajaran yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam tahap ini, penggunaan metode mengajar akan berpengaruh pada pendekatan yang akan dilakukan oleh seorang guru. Misalnya seorang guru ingin mengaktifkan anak atau peran anak menjadi lebih dominan, maka metode CBSA adalah metode yang tepat.

3) Aktivitas Guru dalam Menilai Kurikulum
Pada tahap ini guru melakukan penilaian untuk mengetahui kelebihan
dan kelemahan, sehingga diharapkan dapat ditindaklanjuti menuju perbaikan di masa yang akan datang.
Penilaian kurikulum bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, hal ini didasarkan pada banyaknya aspek yang harus dinilai dan banyaknya pihak yang terkait dalam penilaian. Bahkan ada sementara kalangan mengatakan bahwa jika ingin melakukan penilaian terhadap kurikulum maka yang pertama harus memahami terlebihdahulu makna dari penilaian itu sendiri (Hasan, 1998).
Guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah harus senantiasa melakukan evaluasi atau penilaian kurikulum secara kontinyu dan komprehenship. Penilaian terhadap kurikulum sesungguhnya sangat luas, oleh karena itu untuk dapat melakukan penilaian secara akurat terlebih dahulu harus dipahami pengertian kurikulum yang dianutnya, sebab penilaian terhadap kurikulum berarti menyangkut kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai rencana, kurikulum sebagai hasil, kurikulum sebagai proses, dan kurikulum sebagai hasil dan lain sebagainya.
Berkenaan dengan kemampuan guru sebagai pengembang kurikulum di sekolah, mka sangatlah relevan uraian-uraian yang dikemukakan di atas. Dikatakan demikian, karena dalam melaksanakan tugasnya seorang guru dituntut mampu melaksakan aktivitasnya mulai dari merencanakan kurikulum, kurikulum, dan mampu menilai kurikulum tersebut, sehingga guru dituntut mampu mengaktualisasikan dirinya dengan seoptimal mungkin.

Peranan Guru


Peran guru yang dimaksud adalah berkaitan dengan peran guru dalam proses pembelajaran. Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, di mana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, di mana dalam proses tersebut terkandung multi peran dari guru.
Peranan guru meliputi banyak hal, yaitu guru dapat berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor, motivator, dan sebagai evaluator. Peranan guru berkaitan dengan kompetensi guru, meliputi:

 1. Guru melakukan Diagnosa terhadap Perilaku Awal Siswa.
Pada dasarnya guru harus mampu membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswanya dalam proses pembelajaran, untuk itu guru dituntut untuk mengenal lebih dekat kepribadian siswanya. Proses asessing atau memperkirakan keadaan siswa adalah langkah awal untuk mengetahui lebih lanjut kondisi siswa untuk kemudian dievaluasi agar lebih kongkrit dan mendekati tepat untuk memahami keadaan siswanya, diharapkan jika guru telah mengetahui betul kondisi siswanya akan mempermudah memberikan meteri pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat siswa.

2. Guru membuat Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Perencanaan pembelajaran adalah membuat persiapan pembelajaran. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika tidak mempunyai persiapan pembelajaran yang baik, maka peluang untuk tidak terarah terbuka lebar, bahkan mungkin cenderung untuk melakukan improvisasi sendiri tanpa acuan yang jelas. Mengacu pada hal tersebut, guru diharapkan dapat melakukan persiapan pembelajaran baik menyangkut materi pembelajaran maupun kondisi psikis dan psikologis yang kondusif bagi berlangsungnya proses pembelajaran.

3. Guru Melaksanakan Proses Pembelajaran
Peran guru yang ketiga ini memegang peranan yang sangat penting, karena di sinilah proses interaksi pembelajaran dilaksanakan. Karena itu ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian guru:
a.       Mengatur waktu berkenaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi  
b.      pengaturan alokasi waktu seperti pengantar + 10%, materi pokok + 80%, dan untuk penutup + 10%. Memberikan dorongan kepada siswa agar tumbuh semangat untuk belajar, sehingga  minat belajar tumbuh kondusif dalam diri siswa. Guru senantiasa harus mampu menunjukkan kelebihan bidang yang dipelajari dan manfaat yang akan didapat dengan mempelajarinya. Menumbuhkan motivasi tersebut dapat dilakukan dengan reinforcement yaitu memberi penghargaan baik dengan sikap, gerakan anggota badan, ucapan, dan bentuk tertulis. Hal ini dilakukan sebagai respon positif terhadap tindakan yang dilakukan oleh siswa.

c.  Melaksanakan diskusi dalam kelas. Dalam sistem pendidikan yang demokratis, diskusi   
     adalah wahana yang tepat untuk menciptakan dan menumbuhkan siswa yang kreatif
dan produktif serta terlatih untuk berargumentasi secara sehat serta terbiasa menghadapi  
perbedaan. Small group activities memiliki kelebihan untuk menggali potensi siswa,  karena siswa akan berperan aktif lebih besar dalam aktivitas pembelajarannya.

c.       Peran guru berikutnya adalah mengamati siswanya dalam berbagai kegiatan baik yang
d.      bersifat formal di ruang kelas maupun di dalam kegiatan ekstra kurikuler. Mengacu pada hasil pengamatan ini guru harus mengetahui siswa mana yang membutuhkan pembinaan yang lebih, untuk diberi tugas individu, atau mungkin diberikan remedial teaching sebagai follow up dari tes yang telah diberikan.

e.       Peran guru dalam kegiatan ini mencakup informasi berupa pemberian ceramah dan

f.       juga informasi tertulis yang dibutuhkan siswa dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami siswa. Hanya saja peran guru tidak terlalu dominan, sebab bisa dibayangkan kalau para siswa dari waktu ke waktu hanya menjadi pendengar setia mungkin proses pendidikan tidak akan menghasilkan lulusan yang optimal. Dalam konsep Norman Dodl ini jatah waktu ceramah hanya sedikit saja.

g.      Peran jenis ini adalah guru memberikan masalah untuk dicarikan solusi alternatifnya,

h.      sehingga siswa dapat menggunakan daya pikir dan daya nalarnya secara maksimal. Baik dengan menggunakan metode berpikir induktif ataupun deduktif.
g. Melakukan pertanyaan dan memberikan respon terhadap pertanyaan yang diajukan siswa. Langkah ini menunjukkan proses yang sangat manusiawi dalam hal ini manusia selalu ingin tahu terhadap suatu persoalan atau masalah. Keterampilan bertanya dan menjawab adalah merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru.
h. Menggunakan alat peraga, sebagai alat bantu komunikasi pendidikan seperti OHP,
    proyektor, TV dan lainnya yang dapat dirancang sendiri, mengingat alat seperti ini   
    sangat membantu proses belajar mengajar, dengan harapan siswa tidak terlalu jenuh.
    Guru harus  berupaya menguasai penggunaan alat-alat bantu tersrbut.

4. Guru sebagai Pelaksana Administrasi Sekolah
Konsep Norman Dodl ini berkaitan dengan kewajiban guru untuk mampu menjalankan administrasi sekolah dengan baik, sehingga administrasi sekolah tidak melulu tertumpu pada kepala sekolah dan tata usaha. Peran guru di sini dimaksudkan untuk lebih memahami siswa tidak hanya dari hasil tatap\ muka saja akan tetapi menyangkut segala hal yang berkaitan dengan siswa. Lebih jauh Usman (1999: 12) mengungkapkan peran guru sebagai administrator adalah sebagai berikut: (a) pengambil inisistif, pengarah dan penilai kegiatan-kegiatan pendidikan, (b) wakil masyarakat yang berati dalam ingkungan sekolah guru menjadi anggota suatu masyarakat, (c) orang yang ahli dalam suatu mata pelajaran, (d) penegak disiplin, (e) pelaksana administrasi pendidikan, (f) pemimpin generasi muda, karena ditangan gurulah nasib suatu generasi dimasa mendatang, dan (g) penyampai informasi kepada masyarakat tentang perkembangan kemajuan dunia.

5. Guru sebagai Komunikator
Peran guru dalam kegiatan ini menyangkut proses penyampaian informasi baik kepada dirinya sendiri, kepada anak didik, kepada atasan, kepada orang tua murid maupun kepada masyarakat pada umumnya. Komunikasi pada diri sendiri menyangkut upaya introspeksi agar setiap langkah dan geraknya tidak mengalahi kode etik guru baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar. Komunikasi kepada anak didik merupakan peran yang sangat strategis, karena sepandai apapun seseorang manakala dia tidak mampu berkomunikasi dengan baik pada anak didiknya maka proses belajar mengajar akan kurang optimal. Komunikasi yang edukatif pada anak didik akan mampu menciptakan hubungan yang harmonis. Sedangkan komunikasi kepada atasan, orang tua, dan masyarakat adalah sebagai pertanggungjawaban moral.

6. Guru Mampu Mengembangkan Keterampilan Diri
Mengembangkan keterampilan diri merupakan suatu tuntutan bahwa setiap guru harus mengembangkan keterampilan pribadinya dengan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jika tidak demikian maka guru akan ketinggalan jaman dan mungkin pada akhirnya akan sulit membawa dan mengarahkan anak didik kepada masa di mana dia akan menjalani kehidupan.

Baca selanjutnya ..............

Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru


Teori dasar yang digunakan sebagai landasan untuk menilai kualitas kinerja guru menurut T.R. Mithcell (1978) yaitu: Dari formula tersebut dapat dikatakan bahwa, motivasi dan abilitas adalah unsur-unsur yang berfungsi membentuk kinerja guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.

1. Motivasi
Motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku organisasi. Motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan individu.

Performance = Motivation x Ability

Menurut Stoner (1992: 440) motivasi diartikan sebagai faktor-faktor penyebab menghubungkan dengan sesuatu dalam perilaku seseorang. Menurut Maslow (1970: 35) sesuatu tersebut adalah dorongan berbagai kebutuhan hidup individu dari mulai kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan insentif keuangan sebagaimana dikemukakan Adam Smith (1976), pendekatan standar kerja sebagaimana dijelaskan oleh Frederick Taylor (1978: 262), dan pendekatan analisis pekerjaan dan struktur penggajian (job analysis and wage structure approach) yaitu mengklasifikasikan sikap, skill, dan pengetahuan dalam usaha untuk mempertemukan kemampuan dan skill individu dengan persyaratan pekerjaan. Analisis tugas adalah suatu proses pengukuran sikap pegawai dan penetapan tingkat pentingnya pekerjaan untuk menetapkan keputusan konpensasi.
Berdasarkan pendekatan di atas, maka di kalangan para guru, jabatan guru dapat dipandang secara aplikatif sebagai salah satu cara dalam memotivasi (pemotivasi) para guru untuk meningkatkan kemampuannya.

2. Abilitas
Abilitas adalah faktor yang penting dalam meningkatkan produktivitas kerja, abilitas berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki individu. Menurut Bob Davis at. al. (1994: 235) skill dan abilitas adalah dua hal yang saling berhubungan. Abilitas seseorang dapat dilihat dari skill yang diwujudkan melalui tindakannya.
Berkenaan dengan abilitas dalam arti kecakapan guru A. Samana (1994: 51) menjelaskan bahwa, ”Kecakapan profesional guru menunjuk pada suatu tindakan kependidikan yang berdampak positif bagi proses belajar dan perkembangan pribadi siswa”. Bentuk tindakan dalam pendidikan dapat berwujud keterampilan mengajar (teaching skills) sebagai akumulasi dari pengetahuan (knowledge) yang diperoleh para guru pada saat menempuh pendidikan seperti di SPG, PGSD, atau sejenisnya.

3. Kinerja
Kinerja atau unjuk kerja dalam konteks profesi guru adalah kegiatan yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran/KBM, dan melakukan penilaian hasil belajar. Hubungan alur kinerja, motivasi, dan abilitas guru dapat digambarkan sebagai berikut:


Pelaksanaan
Jab.Fungs.Guru.
(Pemotivasian
Guru)
Skill/Ketr yang
dikuasai Guru.
(Abilitas Guru)
Kemampuan Guru:
·         Perencanaan
Pembelajaran
·         Pelaksanaan
Pembelajaran/KBM
·         Melakukan
penilaian hasil
pembelajaran
(Kinerja Guru)












 Gambar 3.1 Alur Kinerja, Motivasi dan Abilitas Guru